Senin, 02 April 2012

Cerpen HANTU !!!!

Cerpen : HANTU..!

“MAMAA!!”
Arsha berlari ketakutan menuju dapur, dan hampir saja menumpahkan adonan kue yang dibawa mamanya. Digenggamnya lengan mama erat-erat.
”Arsha?! Kenapa kamu? Apa-apaan ini?!” ujar mama, terkejut.
”Di kamar ada hantu! Ada hantu!” jerit Arsha sambil menuding ke belakang.
Mama mendesah. ”Sha, itu pasti ulah kakakmu lagi!”
”Bukan! Hantunya melayang di langit!” kata Arsha. ”Kak Hari ’kan nggak bisa terbang, Ma!”
Di sela-sela itu, tiba-tiba terdengar suara tawa kencang. Siapa lagi kalau bukan Hari. Anak nakal itu datang ke dapur sambil menutup mulutnya yang terbuka lebar-lebar.
”Hahahaha..!! Percobaan ’Kafan Terbang’-ku akhirnya berhasil!”
Arsha memandang kakaknya dengan cemberut.
”Tuh ’kan? Apa kata Mama? Sifat kakakmu itu pasti kumat lagi,” kata mama sambil melepaskan genggaman Arsha dan menyimpan adonan kue-nya di atas meja. Sementara itu Hari masih tertawa-tawa.
”Kak Hari jahat!!” bentak Arsha sambil berlari masuk ke kamarnya. Dibantingnya pintu keras-keras. Hari terdiam, lalu tertawa lagi.
”Huh–sampai kapan kamu mau begitu terus, Har? Sebentar lagi ujian nasional, ’kan? Daripada ngurusin hantu-mu itu, lebih baik belajar!” tegur mama yang sedang mengaduk-aduk adonan kue. Tapi Hari bersikap tak acuh, dan masuk ke kamarnya sambil terus cekikikan.
Hari adalah anak nakal yang sangat menyukai segala hal yang berbau horor. Dari poster sampai pensil, semuanya bergambar hantu. Hari suka berhalusinasi membayangkan suasana berhantu, dan dibuatnya menjadi seolah nyata. Buku cerita-nya pun semuanya tentang hantu. Ada Frankestein, Vampir, Drakula, Medusa, Mumi, Zombie, Werewolf, Alien, dan masih banyak lagi.
Lampu neon di kamarnya berwarna hijau dan di dindingnya dituliskan ’HAUNTED’. Hari menuliskannya besar-besar dengan glitter ’glow in the dark’–sehingga jika lampu dimatikan, tulisan itu akan menyala dan tampak menyeramkan.
Bukan hanya itu, di pintu kamarnya pun ditulis ’Hati-Hati, yang Masuk Akan Dihantui’, sehingga Arsha selalu enggan masuk ke dalamnya. Apalagi jika pintu dibuka, tengkorak melayang akan tiba-tiba muncul di depan mata!
Berbeda dengan kakaknya, Arsha adalah gadis pintar yang baik hati. Walau masih kelas dua SD, ia sangat suka kerapihan. Kamarnya bernuansa pink, dengan bermacam-macam Barbie dipajang di lemari kaca-nya. Siapapun akan betah tinggal di kamar Arsha karena begitu cerah dan bersih. Ia sangat membenci hantu.
* * *
”Sampai kapan sih kamu mau berkelumet dengan hantu?” tanya Anto. Siang itu ia dan Hari pulang bersama, karena rumah mereka memang berdekatan. Dan siang itu juga Hari menceritakan tentang ’Kafan Terbang’-nya. ”Kasihan adikmu, dari dulu kamu kerjai terus,”
”Huuh! Pertanyaan mu itu sama dengan pertanyaan mama-ku setiap hari!” keluh Hari.
”Lho–bukannya gitu, aku cuma’ mau ngasih tau kok. Lagi pula sebentar lagi ’kan UAN? Kamu mau masuk SMP favorit atau nggak, sih?”
”Mau, lah!”
”Kalau gitu kamu harus ninggalin semua tentang hantu, dan ganti sama buku pelajaran!” kata Anto.
”Ya nggak bisa dong! Kamu tau ’kan hantu itu...”
”Terus kalau nem-mu kecil bagaimana? Masa depanmu bisa hancur, Har!“ potong Anto.
”Tenang aja,” ujar Hari. ”Aku mau masuk SMP favorit lewat jalur prestasi,”
”Hah? Memang kamu punya prestasi?”
”Punya, dong. Aku akan membuat eksperimen ’Frankestein Go To School’. Pasti akan terkenal dan dipajang di museum...”
Anto mengangkat bahunya. Temannya itu memang aneh. Waktu itu ia bilang akan membuat eksperimen ’Medusa with Her Bee-Hair’, terus ’Vampire Can’t Jump'. Huh, ada-ada saja!
Mereka lalu berpisah di depan rumah Hari.
”Dadah, Hari!” sahut Anto. Hari melotot dan menatap dingin temannya itu.
”Daaah...Jangan lupa, kamu berhutang darah padaku....” kata Hari dengan suara direndahkan, kemudian tertawa terbahak-bahak. Anto hanya menggeleng-geleng melihatnya.
* * *
Rumah besar itu tampak sepi saat Hari masuk ke dalamnya. Sebenarnya Hari sudah mengucapkan salam berkali-kali, namun tidak ada jawaban. Didorongnya gagang pintu–ternyata sama sekali tak dikunci. Ada apa ini? Biasanya mama selalu mengunci pintu? Pikir Hari, heran.
Hari masuk ke kamar dan membanting tasnya di kasur. Ia lalu berjalan ke dapur dan membuka lemari es. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki di belakangnya. Hari terkejut, lalu perlahan-lahan menolehkan kepalanya. Ternyata tak ada siapa-siapa. Hari bernafas lega. Ayo, Har, untuk apa kamu takut sama langkah kaki? Nggak masuk akal! Batinnya.
Ia berjalan pelan lalu membuka tutup panci di atas kompor. Isinya sop buntut–makanan kesukaan Hari. Ia tersenyum, dan mengguyur nasi di piringnya dengan sop. Setelah itu Hari berjalan dan duduk di kursi meja makan.
Belum saja menyuap sendok pertamanya, suara langkah kaki terdengar lagi. Hari terdiam. Ia bangkit dari duduknya dan menghampiri pintu dapur, lalu membukanya. Hari membayangkan, mama nya yang datang.
”Siapa itu?!” teriak Hari panik. Ternyata di ruang tengah tak ada apa-apa, namun langkah kaki itu masih terdengar.
”Mama?”
Tap..Tap..Tap..
”Apakah itu mama?”
Tiba-tiba ada tangan hangat meraba bahunya...
”AAAAA!!!” Hari menjerit kaget, lalu berpaling ke belakang.
”Mama?!”
Di belakangnya, mama tertawa geli. ”Ha ha ha...katanya Gila Horor? Dipegang bahunya aja kok langsung teriak?” usik mama. ”Kamu bukan penakut, kan?”
Hari mendesah kesal. ”Huh–habis, pergi kok nggak bilang-bilang? Aku jadi kaget!”
”Tadi mama dari rumah tetangga. Sengaja mama nggak kunci pintu, takutnya kamu pulang. Eh, pas mama pulang, pintu depannya terkunci. Jadi mama lewat pintu belakang yang nembus ke dapur,” jelas mama sambil tersenyum jahil. Hari terbengong-bengong.
”Dikunci? Aku nggak ngunci pintu kok!” kata Hari. ”Malahan, sebelumnya juga ada suara langkah kaki di ruang tengah. Aku kira itu suara mama!” kini giliran mama yang terbengong-bengong.
”Ha ha ha, jangan nakut-nakutin. Mama ’kan bukan adikmu!” ujar mama tersenyum, lalu berjalan menaiki tangga. ”Mama mau istirahat dulu. O ya, Arsha hari ini nginep di rumah nenek, katanya bosan diganggu kamu terus,”
Setelah makan dan mandi, Hari pergi tiduran ke kamarnya, dan melupakan apa yang terjadi hari itu. Sebelumnya ia periksa apakah pintu depan terkunci atau tidak. Ternyata terkunci! Hari bingung dibuatnya. Jangan-jangan ada hantu iseng? Ah, biar saja. Aku ’kan tidak takut hantu. Pikirnya.
* * *
Hari terpekik kaget saat bangun dari tidurnya. Di atas kepalanya ada kepala buntung digantung semacam tali tambang. Betapa kagetnya ia!
”Sialan–ini pasti kerjaan Arsha!” umpat Hari. Semula ia kira kepala buntung itu milik Arsha. Tapi ternyata miliknya sendiri yang sudah hilang bertahun-tahun! Siapa yang menemukan kepala buntung jelek itu?
Tidak tahu kenapa saat itu Hari nampak ketakutan. Ia merasa dikejar-kejar hantu. Dilihatnya jendela besar di kamarnya, dan di luar hujan deras turun diiringi petir. Suasana bertambah tegang. Buru-buru diambilnya CD horor kesukaannya.
”Nonton Ghost Ship, The Mummy Return, atau A Haunted House, ya?” pikirnya. Akhirnya ia memilih Ghost Ship. Supaya lebih mencekam, dimatikannya lampu. Hanya sedikit cahaya yang masuk lewat jendela.
Tiba-tiba sesuatu yang benar-benar mengejutkan terjadi. Saat lampu dipadamkan, tulisan yang seharusnya ’HAUNTED’ berubah menjadi ’Absolutely True HAUNTED’! Hari sangat kaget. ’Benar-Benar Berhantu’? siapa yang menulis semua ini?
”Kamarku ini mungkin didatangi hantu sungguhan...” gumam Hari. ”Ah–tapi aku tidak takut! Hantu ’kan kesukaanku,”
Ia melihat sekelilingnya dengan waspada, dan mencoba menghilangkan rasa takut. Lukisan dan poster hantu di sana seperti hidup. Mata drakula menyala merah, dan rambut ular Medusa terlihat bergerak-gerak. Hari berjalan mundur, dan mencari sakelar lampu. Dalam sekejap suasana berubah kembali seperti semula. Dimatikan TV-nya, dan baru menyadari waktu menunjukkan pukul sembilan malam! Aku tidur tujuh jam?! Lama sekali! Batin Hari, tak percaya.
Hari bermaksud pergi ke kamar mama-nya. Namun ketika pintu kamar Hari dibuka, ada kertas kecil menggantung. Ia membacanya :
’Sekarang kau yang akan dihantui’.
Jantung Hari serasa copot. Ia sambar kertas itu dan merobeknya, lalu berlari ke kamar mama. ”Mama!” seru Hari sambil membuka pintu. ”Mama! Aku diteror han...”
Namun kamar mama sama sekali kosong. Kasur dan selimutnya terlipat rapi. Lampu tidur menyala, sementara tirai masih terbuka lebar. Akhirnya ia buka pintu kamar papa–dan di sana pun tak ada siapa-siapa!
Aneh! Kemana mereka pergi? Biasanya jam delapan papa sudah pulang! Pikir Hari. Ia sangat panik. Jantungnya berdegup kencang dan cepat. Tiba-tiba terdengar sesuatu diketuk-ketuk. Hari menoleh ke belakang, namun tak ada apapun di sana. Dan saat ia melihat jendela kamar mama, ada sesuatu yang berwarna putih melintas...
”A...A..han..HANTUU..!!”
Hari berlari terbirit-birit menuruni tangga. Disambarnya payung. Ia harus pergi ke rumah Anto. Harus. Tapi apa yang terjadi–pintu depan terkunci!
Hari mencari kunci itu di bawah keset, namun tetap tidak ada. Akhirnya ia pergi ke dapur dan membuka pintu belakang. Namun sia-sia–pintu belakang juga terkunci!
Hari mencoba menenangkan diri. Tapi tak lama kemudian terdengar suara pintu depan dibuka, lalu disusul tapakan kaki. Bulu kuduk Hari berdiri. Disambarnya stik golf yang ada di sudut pintu. Hari berjalan ke pintu dapur, mengangkat stiknya, dan siap-siap menghajar ’seseorang’ itu.
Suara kaki itu makin mendekat... dan Hari sudah benar-benar siap.
Tiba-tiba...
Klik!
Lampu ruang tengah menyala. Hari terkejut. Saat ditengokkan kepalanya, ternyata...
”ARSHA?!”
Di depannya, Arsha tertawa terbahak-bahak dengan jas hujan-nya yang basah. ”Kena kau! Ha ha ha...!! Bagaimana? Kakak senang ’kan bisa melihat hantu sungguhan? Kakak senang ’kan dihantui?”
Hari menggeram kesal. ”Huh! Cukup main-mainnya! Kau keterlaluan! Akan kulaporkan nanti ke mama!!”
”Percuma, mama tidak akan percaya!” kata Arsha. ”Sekarang tau ’kan gimana rasanya ditakut-takuti? Ya, kan? Ya, kan? Ha ha ha...”
Hari yang benar-benar marah, terpaksa mendengarkan penjelasan Arsha panjang lebar. Ternyata Arsha berbohong tentang menginap di rumah nenek. Ia malah sembunyi di luar–dan saat Hari masuk ke rumah ketika pulang sekolah, Arsha-lah yang mengunci pintu–dengan kunci duplikat–dan membuat suara tapakan kaki.
Ia memasang kepala buntung, menulis kata ’Absolutely True..’ dan ’Sekarang kau yang akan dihantui’ di saat Hari tertidur. Dia juga mengubah waktu jam dinding menjadi pukul sembilan malam. Padahal saat itu masih pukul lima sore!
”Saat kakak tidur, hujan lebat sudah turun. Akhirnya aku dapat ide untuk mengubah waktu jam di kamar kakak, karena meski masih sore, keadaan di luar seperti malam hari,” ujar Arsha sambil tersenyum puas.
”Dan aku tak sengaja menemukan kepala buntung kakak di gudang dua hari yang lalu. Pasti kakak terkejut! Untunglah sore ini mama dan papa mendapat undangan untuk acara Open House Perpustakaan Kota, kakak tidak ingat? Mereka pergi saat kakak tidur. Haaah–akhirnya aku bisa nakut-nakuti kakak juga!”
Hari hanya bisa mencibir. Dalam hati ia sudah merasa kapok. ”Jadi kau yang membuat hantu putih terbang melintas di jendela, dan suara sesuatu yang diketuk-ketuk? Huh–pintar sekali kamu!”
Arsha bengong. ”Hantu putih? Aku tidak tahu! Dan bukan aku yang mengetuk-ngetuk sesuatu,”
Kini bulu kuduk mereka berdiri. Suasana menjadi
hening. ”Terus siapa, dong?”
Tiba-tiba...
Terdengar lagi suara sesuatu diketuk-ketuk…
’Tok..Tok..Tok...’
Arsha dan Hari saling berpandangan.
”AAAAAA...!!!!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar